giovedì 12 febbraio 2009

il Phenomenon

bagi sampeyan yang sering lihat berita tifi, pasti ngga asing dengan penomena dukun cilik Ponari. yup dukun cilik, karena usianya baru 9 tahun. Namun jika sampeyan melihat liputannya, di situ nampak sekali ke-beken-an sang dukun. Bagaimana tidak, bahkan untuk ngantri saja orang harus rela ngantri (ngatri kuadrat), yang bahkan sampai ada yang 1 (satu) minggu menginap di desa tempat sang Ponari buka praktek. bahkan-nya lagi, ada yang sampai meninggal boooo...tapi gara² ngatri lhooo, bukan karena gagal praktek.

Idealnya, di usia yang masih belia, sang Ponari ini sedang asyik²nya baca² buku di perpustakaan atau bermain dengan teman² sebayanya yang masih duduk di bangku SD...-sekali lagi ini idelanya. Namun sepertinya orang tua (dan mungkin juga sebagian besar (penduduk sekitar) sang Ponari mempunyai kriteria 'ideal' yang lain. yaitu; orang yang mempunyai 'kelebihan', idealnya adalah menggunakan kemampuannya untuk kepentingan orang banyak. Dan nampaknya ini yang lebih diutamakan daripada hak Ponari sebagai seorang belia. Lalu menurut sampeyan, mana yang lebih 'ideal'?

Fenomena ini nampaknya menggelitik intelektualitas para ahli untuk mengkajinya, salah satunya saya...(halah). kebanyakan mereka (kaum terdidik -red) sepakat bahwa kondisi ekonomi pasien, lalu kegagalan pengobatan formal, kultur jawa yang masih percaya pada hal² mistis dituduh menjadikan pengobatan alternatif semakin 'gemuk'.

hmmm...kalo saya menilai pengobatan formal, maupun pengobatan alternatif di Indonesia mempunyai power yang berimbang. dinilai dari tingkat pendidikan orang Indonesia yang amat sangat bervariasi. ada yang pinternya kebangeten dan ada yang pengetahuannya keterlaluan sedikitnya. sebagaimana kita tahu kesenjangan terjadi dimana-mana dan dalam segala bidang.

lalu hal yang selanjutnya, adalah masalah kerpercayaan.
sebagaimana kita semua tahu, masalah kepercayaan di Indonesia telah menjadi hal yang amat sangat sensitif. ketidakpercayaan merebak dimana-mana, dan lucunya, kepercayaan kepada sesuatu yang tidak layak untuk dipercayai juga ternyata merebak dimana-mana. seolah-olah masyarakat Indonesia ini mempunyai dunia yang terbalik. lihatlah berita² seputar penipuan, hitung. buanyak lho...itupun baru yang terekspos, lalu tanya orang² disekitar kita, berapa orang yang kecewa sama pemerintah atau anggota dewan. saya yakin banyak yang merasa tertipu, entah tertipu beneran atau tertipu-tertipuan. lalu apa kaitan antara kepercayaan dengan sang Ponari?
hmmm...(pura²nya mikir)
untuk membuat orang menjadi percaya, syaratnya cuman satu yaitu buktikan. inilah rupanya yang membuat praktek sang Ponari semakin gembrot. bukti (pasien yang sembuh) kedigdayaan sang Ponari ini berkicau kemana-mana hingga siapapun menjadi yakin bahwa sang Ponari memang benar² punya daya linuwih.

bagi saya, ini memang fenomena yang pada nantinya akan surut seperti halnya fenomena² yang telah silih berganti muncul di negara tercinta kita. padahal kalau kita mau lebih jeli dan peka, fenomena² selalu muncul menimpa kita setiap saat, meminta kita untuk terus belajar dan bersyukur. last...saya mengajak semuanya saja agar kita senantiasa bijak dalam mengahadapi segala sesuatunya, meminta sembuh hanya kepada Yang Maha Menyembuhkan, meminta kaya kepada Yang Maha Kaya, meminta kekuatan kepada Yang Maha Kuat. pada intinya jika kita memang membutuhkan, mintalah kepada Yang Maha Memiliki. supaya hidup semakin indah dan ujung²nya mari ber-Alhamdulillah....

2 commenti:

  1. sharusnya ponari jg harus ponyanyi, podolan, pongenet, posinau dll. biar ada variasinya

    RispondiElimina
  2. po...sitip fileng n positip tingkeng wae lah...

    RispondiElimina